Rabu, 07 Januari 2015

kebudayaan kristen di Indonesia

SIKAP IMAN KRISTEN TERHADAP KEBUDAYAAN 

I. Definisi Budaya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
II. Pengertian Kebudayaan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memPengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
III. Ciri-ciri Kebudayaan.
Ciri-ciri khas kebudayaan adalah:
A.    Bersifat historis. Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun;
B.     Bersifat geografis. Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan kemudian berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras. Kemudian kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regiona, dan makin meluas dengan belahan-bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era informasi dimana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan;
C.     Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan? Sampai batas mana?
IV. Hubungan Antara Gereja dan Kebudayaan.
Dalam sejarah gereja, hubungan antara gereja dan budaya telah mendapat perhatian sejak awal sampai sekarang. Walaupun demikian, hubungan itu tidak berlangsung cuma dalam satu model melainkan beranekaragam, tergantung pada sejauhmana kita memahami apa itu gereja dan apa itu budaya.
Menurut H.Richard Niebuhr, jika kita mencermati sejarah gereja (khususnya di Eropa dan Amerika sampai pasca perang dunia kedua) maka ada sejumlah model/pola hubungan gereja dan budaya yang bertolak dari bagaimana memahami hubungan gereja/Kristus dan keabudayaan,  sebagai berikut  :
a. Kristus bertentangan dengan kebudayaan (Christ against Culture).
Dalam sikap ini orang kristen menentang kebudayaan, gereja tidak mau tahu terhadap kebudayaan, sebab kebudayaan dianggap hanya membawa pengaruh negatif bagi kekristenan dan gereja.
b. Kristus dari kebudayaan (Christ of Culture).
Sikap ini berkeyakinan bahwa Kristuslah yang memiliki kebudayaan. Oleh karena itu orang beriman harus berusaha menyesuaikan diri (toleran) dengan kebudayaan.
c. Kristus di atas kebudayaan (Christ above Culture).
Dalam pemahaman seperti ini, Kristus dipandang sebagai yang menggenapi/menyempurnakan kebudayaan. Namun Ia berbeda sama sekali dengan kebudayaan. Karena itu orang kristen, gereja harus menghargai kebudayaan.
d. Kristus dan kebudayaan dalam paradoks (Christ and Culture in paradox).
Sikap ini berkeyakinan bahwa orang kristen, gereja hidup dalam dua “dunia” yang berbeda secara asasi tetapi tidak dapat dipisahkan. Pada satu pihak orang kristen, gereja hidup dalam Kerajaan Allah, namun pada pihak lain ia hidup dalam “kebudayaan” masyarakat di mana dia ada.
e. Kristus pembaharu kebudayaan (Christ transforming Culture).
Apa yang dikemukakan Niebuhr di atas dalam tempo yang lama (bahkan sampai saat ini) masih berpengaruh ketika berbicara tentang hubungan gereja dan kebudayaan, walaupun untuk kepentingan masakini mesti dikritisi dengan bijak sebab konteks telah berubah dan perkembangan pemikiran-pemikiran teologis juga terus terjadi dan berkembang.
V. Sikap Iman Kristen Terhadap Kebudayaan.
Ada 5 macam sikap umat Kristien terhadap kebudayaan, yakni:
1.Antagonistis atau oposisi
Sikap antagonistis atau oposisi terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan.Sebab akibatnya, sikap ini menolak dan menyingkirkan kebudayaan pada semua ungkapannya. Gereja dan umat beriman memang harus berkata tidak atau menolak ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang ; 1. MenghinaTuhan 2. Menyembah berhala dan 3. Yang merusak kemanusiaan.
2. Akomodasi atau persetujuan
Kebalikan dari sikap antagonis adalah mengakomodasi, menyetujui atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Terjadilah sinkritisme. Salah satu sikap demikian ditujukan untuk membawa orang pada cara berfikir, cara hidup dan berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa sehingga seolah-olah semua agama sama saja.
3. Dominasi atau sintesis
Dalam gereja yang mendasari ajarannya pada teologi Thomas Aquinas. Ia menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia kedalam dosa telah membuatcitra ilahinya merosot pada dasarnya manusia tidak jatuh total, manusia masihmemiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya didalam menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bias melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu sebagai bagian imam, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi anugrah Ilahi.
4. Dualisme atau pengutuban
            Yang dimaksud dengan sikap dualistis atau pengutuban terhadap kebudayaan ialah pendirian yang hendak memisahakan iman dari kebudayaan ialah ; terdapatpada kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada karya Allah kepada TuhanYesus Kristus, namun manusia tetap berdiri didalam kebudayaan kafir. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa menjadi manusia yang hidup didalam iman tidak lagi berarti menghadapi kebudayaan.
5.Pengudusan atau pertobatan
Sikap pengudusan adalah sikap yang tidak menolak, namun tidak juga menerima, tetapi sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia kedalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia. Manusia dapat menerima kebudayaan selama hasil hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya, bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau keempat sikap budaya yang salah satu itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk menguduskan kebudayaan itu, sehingga terjadi transformasi budaya kearah budaya yang, memuliakan Allah.
IV. Refleksi: Memandang dan Menyikapi Kebudayaan Batak Dalam Upaya Memperbaharui dan Melestarikan Kebudayaan Batak  Dalam Terang Firman Allah.
Kebudayaan adalah prestasi atau hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam alam ini. Kemampuan untuk berprestasi/berkarya ini merupakan sikap hakiki yang hanya ada pada manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Karena itu sejak penciptaan, manusia telah diberi amanat kebudayaan (Kej 1:26-30)
Namun kejatuhan manusia dalam dosa telah menyebabkan manusia hanya mampu menghasilkan kebudayaan yang menyimpang dari rencana Allah dan hanya demi kemuliaan diri manusia sendiri (dari God-centered menjadi man-centered)
Manusia lalu berusaha untuk mengisi keadaan kosong dalam hatinya dengan kebudayaan (agama, ilmu dan teknologi, seks, hiburan, harta, kesalehan, kedudukan tinggi, dll.) Namun kebudayaan manusia tidak akan pernah dapat memulihkan keadaan manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Pemulihan keadaan manusia dan kebudayaannya terjadi ketika Anak Allah yang Tunggal turun ke dalam dunia untuk menebus dosa manusia.
Awal kedatangan Injil Ke Tanah (Jiwa) Batak
Begitu lama suku bangsa Batak hidup terisolasi di Tanah Batak daerah bergunung-gunung di pedalaman Sumatera Bagian Utara. Pada waktu yang ditentukanNya sendiri, Allah mengirim hamba-hambaNya yaitu para missionaris dari Eropah untuk memperkenalkan Injil kepada kakek-nenek (ompung) dan ayah-ibu kita yang beragama dan berbudaya Batak itu. Mereka pun menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruslamat. Mereka tidak lagi bergantung kepada dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang yang mati tetapi beriman kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang hidup.Mereka berpindah dari gelap kepada terang, dari keterbelakangan kepada kemajuan, dan terutama dari kematian kepada kehidupan yang kekal.Injil telah dating dan merasuk ke Tanah Batak!
Namun penerimaan kepada Kristus sebagai Tuhan. Raja dan .Juruslamat tidaklah membuat warna kulit kakek-nenek kita berubah dari “sawo matang” menjadi “putih” (bule), atau mengubah rambut mereka yang hitam menjadi pirang. Mereka tetap petani padi dan bukan gandum, memakan nasi dan bukan roti, hidup di sekitar danau Toba dan bukan di tepi sungai Rhein. Penerimaan Kristus itu juga tidak mengubah status kebangsaan mereka dari “Batak” menjadi “Jerman”. Sewaktu menerima Injil dan dibabtis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus kakek-nenek dan ayah-ibu kita tetaplah Batak dan hidup sebagai masyarakat agraris Sumatera dengan segala dinamika dan pergumulannya. Para missionaris itu juga tidak berusaha mencabut kakek-nenek dan ayah-ibu kita yang Kristen itu dari kebatakannya dan kehidupan sehari-harinya. Bahkan mereka bersusah-payah menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Batak agar kakek-nenek kita dapat mengerti dan menghayati Firman Tuhan itu dengan baik sekali. Selanjutnya melatih mereka memuji dan berdoa kepada Kristus yang baru mereka kenal itu juga dengan bahasa Batak (baca: bukan Inggris atau Yahudi).
Injil itu kini juga sampai kepada kita sekarang. Sebagaimana kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu kita sekarang pun menerima dan mengakui Kristus sebagai Tuhan, Raja dan Jurusiamat. Anak Allah yang hidup. Melalui iman kepada Kristus itulah kita menerima hidup baru yang kekal, pengampunan, berkat, damai sejahtera Allah dan Roh Kudus. (Yoh 3:16). Sama seperti kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu. kita yang sekarang pun mengalami bahwa babtisan dan kekristenan tidaklah mengubah warna kulit kita dari sawo matang menjadi putih. Juga tidak mengubah kita dari Batak-Indonesia menjadi Eropah-Amerika. Sebagai pengikut Kristus rupanya kita tidak harus menjadi orang yang berbahasa dan berbudaya lain. Tidak ada bahasa dan budaya atau status sosial tertentu yang mutlak menjamin kita lebih dekat kepada Kristus. (Gal 3:28) tidak ada juga bahasa yang menghalangi kita datang kepadaNya.
Firman telah menjadi manusia sama seperti kita dan tinggal diantara kita (Yoh 1 :14). ltu dapat diartikan bahwa Firman itu juga telah menjadi manusia Batak dan hidup diantara kita orang yang berjiwa dan berkultur Batak juga. Sebab itu tidak ada keragu-raguan kita untuk menyapa, memuji dan berdoa kepada Allah dengan bahasa, idiom, terminologi, simbol, ritme, corak dan seluruh ekspressi kultur Batak (termasuk lndonesia dan modernitas) kita Mengapa? Sebab Tuhan Yesus Kristus lebih dulu datang menyapa kita dengan bahasa Batak yang sangat kita pahami dan hayati.
Bagaimanakah kita menyikapi tortor, gondang dan ulos Batak sebagai orang Kristen? Memang harus diakui bahwa pada awalnya – jaman dahulu – tortor dan gondang adalah merupakan ritual atau upacara keagamaan tradisional Batak yang belum mengenal kekristenan. Harus kita akui dengan jujur bahwa leluhur kita yang belum Kristen menggunakan seni tari dan musik tortor dan gondang itu untuk menyembah dewa-dewanya dan roh-roh, selain membangun kebersamaan dan komunalitas mereka. Disinilah kita sebagai orang Kristen ( sekaligus batak- Indonesia) harus bersikap bijaksana, jujur, dan hati-hati serta kreatif. Kita komunitas Kristen Batak sekarang mau menerima seni tari dan musik Tortor dan Gondang Batak warisan leluhur pra kekristenan itu, namun dengan memberinya makna atau arti yang baru. Tortor dan gondang tidak lagi sebagai sarana pemujaan dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang tetapi sebagai sarana mengungkapkan syukur dan sukacita kepada Allah Bapa yang menciptakan langit dan bumi, Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan kita dari dosa, dan  Roh kudus yang membaharui hidup dan mendirikan gereja. Bentuknya mungkin masih sama namun isinya baru. Ini mirip dengan apa yang dilakukan gereja purba dengan tradisi pohon natal. Pada awalnya pohon terang itu adalah tradisi bangsa bangsa eropah yang belum mengenal Kristus namun diberi isi yang baru, yaitu perayaan kelahiran Kristus. Begitu juga dengan tradisi telur paskah, santa claus dll.
Dalam Alkitab kita juga pernah menemukan problematika yang sama. Di gereja Korintus  pernah ada perdebatan yang sangat tajam apakah daging-daging sapi yang dijual pasar (sebelumnya dipersembahkan di kuil-kuil) boleh dimakan oleh orang Kristen. Sebagian orang Kristen mengatakan “boleh” namun sebagian lagi mengatakan “tidak”. Rasul paulus memberi nasihat yang sangat bijak. *Makanan tidak mendekatkan atau Menjauhkan kita dari Tuhan. (l Kor 8:1-11). Keadaan Yang mirip juga  terjadi di gereja Roma: apakah orang Kristen boleh memakan segalanya. (1 kor 14:15) Rasul Paulus memberi nasihat “Kerajaan Allah bukan soal makanan atau minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (l Kor14:17). Kita boleh menarik analogi dari ayat-ayat ini untuk persoalan tortor dan gondang dan juga ulos.  Benar bahwa tortor dan gondang dahulu dipakai untuk penyembahan berhala, namun sekarang kita pakai untuk memuliakan Allah Bapa, Anak dan Roh kudus.  Selanjutnya kita sadar bahwa  kekristenan bukanlah soal makanan, minuman, jenis tekstil atau musik, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus.
Nasi sangsang atau roti selai tidak ada bedanya di hadapan Tuhan, Tenunan ulos batak, dengan batik jawa atau brokat prancis sama saja nilainya dihadapan Kristus. Taganing (gondang, atau gondrang), orgel adalah sama-sama alat yang tidak bernyawa dan netral. Keduanya dapat dipakai untuk memuliakan Allah.
Persoalan sesungguhnya adalah: bagaimana sesungguhnya hubungan iman Kristen dan budaya. Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus menyuruh orang Kristen untuk menggarami dan menerangi dunia. Itu artinya Tuhan Yesus menyuruh kita mempengaruhi, mewarnai, merasuki memperbaiki realitas social, konomi, politik dan budaya yang ada. Itu artinya sebagai orang Kristen kita dipanggil bukan untuk menjauhkan diri atau memusuhi budaya (tortor, gondang dan ulos dll) namun untuk menggarami dan meneranginya dengan firman Tuhan, kasih dan kebenaranNya. Bukan membakar ulos tetapi memberinya makna baru yang kristiani. Namun sebaliknya kita juga diingatkan agar tidak terhisab atau tunduk begitu saja kepada tuntutan budaya itu. Agar dapat menggarami dan menerangi budaya (tortor. gondang dan ulos dll) kita tidak bersikap ekstrim: baik menolak atau menerima secara absolut dan total. Kita sadar sebagai orang Kristen, kita hanya tunduk secara absolute kepada Kristus dan bukan kepada budaya.  Sebaliknya kita juga sadar bahwa sebagai orang Kristen (di dunia) kita tidak dapat mengasingkan diri dari budaya.  Lantas bagaimana? Disinilah pentingnya sikap kreatif dan kritis dalam menilai hubungan iman Kristen dan budaya batak itu, termasuk tortor dan gondang serta ulos. Mana yang baik dan mana yang buruk? Mana yang harus dipertahankan (dilestarikan)  dan mana yang harus di ubah? Mana yang relevan dengan kekristenan, dan yang tidak relevan dengan kekristenan?
Kita mengakui dengan jujur bahwa sebelum datangnya kekristenan tortor dan gondang adalah sarana untuk meminta kesuburan (sawah, ternak. dan manusia). menolak bala dan atau menghormati dewa-dewa dan roh nenek moyang. Bagi kita orang Kristen tortor dan gondang bukanlah sarana membujuk Tuhan Allah agar menurunkan berkatNya, namun salah satu cara kita mengekspressikan atau menyatakan syukur dan sukacita kita kepada Allah Bapa yang kita kenal dalam Yesus Kristus dan membangun persekutuan sesama kita.Selanjutnya sebelum datangnya kekristenan gondang dianggap sebagai reflector atau yang memantulkan permintaan warga kepada dewa-dewa. Bagi kita yang beriman Kristen, gondang itu hanyalah alat musik belaka dan para pemainnya hanyalah manusia fana ciptaan Allah. Kita dapat menyampaikan syukur atau permohonan kita kepada Allah bapa tanpa perantara atau reflektor kecuali Tuhan Yesus Kristus. Dahulu bagi nenek moyang kita sebelum kekristenan, tortor dan gondang sangat terikat kepada aturan-aturan pra-Kristen yang membelenggu: misalnya wanita yang tidak dikaruniai anak tidak boleh manortor dengan membuka tangan. Bagi kita yang beriman Kristen sekarang, tentu saja semua orang boleh bersyukur dan bersukacita di hadapan Tuhannya termasuk orang yang belum atau tidak menikah, memiliki anak, belum atau tidak memiliki anak, belum atau tidak memiliki anak laki-laki. Semua manusia berharga dihadapan Tuhan dan telah ditebusNya dengan darah Kristus yang suci dan tak bernoda (1 pet 1:19).
BEBERAPA CONTOH KEBUDAYAAN DUNIAWI


Ada 2 macam kebudayaan duniawi:
a. Yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
b. Yang berkaitan dengan kehidupan beragama

a. Kebudayaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

1. Teknologi
Dampak negatif dari kebudayaan teknologi adalah:
- manusia semakin kebal dan tidak peka terhadap kesadaran/ rasa ketergantungan terhadap Allah
- manusia semakin terpisah dalam hubungan Allah dan sesamanya

2. Materialistis
Kebudayaan telah membawa manusia kepada kemajuan dan hasrat untuk semakin menikmati hidup secara lahiriah. Manusia menjadi kapitalis, egois, dan sinis terhadap masalah rohani. Manusia tidak segan untuk melakukan manipulasi untuk kepentingan dan dan kenikmatan diri. Pengharggan kepada uang, harta dan kekayaan lebih daripada menghargai dan menghormati martabat manusia.

b. Kebudayaan yang berkaitan dengan kehidupan beragama

1. Pandangan hidup
Keyakinan seorqang dalam agamanya pasti akan mempengaruhi pandangan hidupnya. Sikap, tujuan, dan sistem nilai dalam kehidupan seseorang senantiasa dipengaruhi pandangan hidupnya. Kenyataan in merupakan tantangan yang cukup berat dalam memberitakan Injil. Sebab hampit tidak mungkin manusia meningglkan pandangan hidup nya yang bertahun-tahun sudah dihayatinya (Koentjaraningrat: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia). Karena itu kedatangan Injil dianggap sebagai ancaman serius dalam hidupnya. Kesulitan ini hanya dapat ditembus oleh kuasa Roh Kudus yang sanggup memulihkan pandangan hidup manusia sesuai dengan iman yang dianugerahkan ALlah dalam Yesus Kristus. Jika tidak demikian, akan selalu ada kecenderungan manusia untuk berpaham sinkretisme setiap ajaran.agama baru.

Dalam upaya mendekatkan Injil kepada manusia dan mempersiapkan atau menjembatani manusia untuk menerima pelayanan Injil yang dikerjakan oleh Roh Kudus, lahirlah : Kontekstualisasi dan Inkulturisasi (memakai kebudayaan untuk ber-PI).

2. Pola Hidup
Pola hidup manusia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dimana dia hidup. Hal ini dilakukan secara turun-temurun sehingga lahirlah adat-istiadat. Pada umumnya adat-istiadat ini dijiwai dan berhubungan erat dengan agama yang dianut masyarakat. Keadaan ini juga merupakan hambatan yang cukup besar dalam
pelayanan Injil. Sebab sekali lagi Injill dianggap sebagai ancaman untuk mengubah pola hidup yang telah dimiliki selama ini. Adanya kecenderungan untuk memadukan adat dan Injil seharusnya diperhatikan dalam setiap pelayanan bagi mereka yang baru bertobat.
BEDA INJIL DAN KEBUDAYAAN

1. Injil, pertama-tama bukanlah hasil kebudayaan. Injil bukanlah karya manusia melainkan ALlah. Tetapi demi memulihkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, maka Injil harus 'inkarnasi' dalam kebudayaan manusia. Injil telah 'lahir' di tengah kebudayaan bangsa Yahudi walau hal ini tidak berarti bahwa Injil juga merupakan kebudayaan. Injil justru bersifat menyucikan kebudayaan manusia. Karena itu dalam pemberitaan Injil, harus memilah mana yang merupakan berita (supra-natural dan supra-kultural) dan mana yang merupakan 'pakaian kebudayaan' Injil. Dengan demikian Injil dapat diterima dalam semua kebudayaan yang ada di antara segenap uamt manusia di dalam dunia.

2. Kebudayaan merupakan upaya manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, bermoral, nikmat, puas, dan bahagia. Tetapi Injil menolong manusia menjadi manusia baru dalam Tuhan. Dengan demikian, Injil melampaui kebudayaan. Sebab oleh Injil, manusia memiliki kehidupan yang sesungguhnya, berharga, bersifat pasti, penuh pengharapan, dan memiliki tujuan hidup yang sesuai dengan rencana ALlah. Oleh Injil Kristus manusia mendapatkan kehidupan yang kekal dan kekudusan yang sempurna (Kehidupan Zakheus, Matius,
Nikodemus, dll).

3. Kebudayaan memisahkan manusia dari sesamanya dan manusia dari Allahnya. Sebaliknya Injil mempersatukan kembali manusia dengan Allah dan sesamanya. (Ef 2:13-18).

4. Kebudayaan menjadikan manusia menghadapi sesamanya secara tidak manusiawi. Kecenderungan manusia menghargai sesamanya ditentukan oleh status sosialnya, pekerjaannya, relasi-interaksi yang terjadi
(manusia modul -- Aflin Tofler: The Future Shock). Sedangkan Injil memberikan penglihatan yang baru, sehingga setiap umat tebusan Kristus memandang sesamanya manusia sebagai manusia seutuhnya dan bukan manusia modul. Manusia menurut Injil adalah umat yang berharga dan dikasihi Allah. Untuk manusialah, Tuhan Yesus telah merelakan nyawaNya. Apapun status sosial dan jabatannya, oleh Injil kita memandang setiap manusia sebagai dia yang membutuhkan Injil keselamatan.

KEKRISTENAN DI TENGAH KEBUDAYAAN

Sangatlah menarik apabila kita menyimak kesaksian Alkitab perihal kehadiran kekristenan di tengah kebudayaan manusia. Di beberapa tempat seperti di:

* Antiokhia
Sebuah kota pusat perdagangan yang dihiasi dengan bangunan megah prestasi manusia modern dan keberadaan kuil-kuil untuk pemujaan dewa. Namun justru di sinilah untuk pertama kalinya pengikut Kristus disebut sebagai orang Kristen. Di antara 500.000 jiwa penduduk kota yang didiami umat kafir, sekelompok kecil umat Kristiani menunjukkan identitasnya sebagai manusia yang telah dibaharui oleh Kristus (Kis 11:26).

* Korintus
Sebuah kota yang juga pusat kegiatan perdagangan dan sekaligus kota pusat pemuasan hawa nafsu seks. Oleh kuasa Injil, dengan kehadiran Injil banyak orang percaya dan dikuduskan kehidupannya dalam Kristus Yesus. Kenyataan kebudayaan orang Korintus ini memang menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan iman jemaat.

* Athena
Kota pusat kaum terpelajar yang penuh dengan berhala. Tatkala Injil diberitakan, mendapat tantangan dari kaum intelektualnya. Namun kenyataan bahwa Injil melampaui akal budi manusia dibuktikan dengan lahirnya jemaat di Athena.

* Efesus
Kota yang terkenal dengan pemujaan kepada Dewi Artemis sehingga kehadiran Injil di sana merupakan ancaman besar bagi perkembangan kebudayaan yang dijiwai oleh agama mereka. (Kis 19, 25, 27). Berlawanan dengan Athena, Efesus menolak Injil dengan kekerasan namun hasil penginjilan di Efesus lebih besar.

Injil selalu berhadapan dengan kelompok yang bermoral rendah, yang mengejar kepuasan hawa nafsu/kenikmatan hidup, kaum intelektual, kelompok berbudaya yang dijiwai agama asali, dan fanatisme agama. Dalam pertemuan antara Injil dengan kebudayaan, maka Injil akan bersifat menempatkan kebudayaan sebagai pelayan untuk melengkapi manusia hidup memuliakan Allah. Melalui kebudayaan, manusia yang telah menerima Injil akan memancarkan hikmat Ilahi.
LIMA MACAM SIKAP GEREJA TERHADAP DUNIA DAN KEBUDAYAAN

1. Sikap Radikal : Kristus menentang kebudayaan

Sikap yang menekankan antara Krsitus dengan kebudayaan. Kristus dianggap berlawanan dengan masyarakat. Manusia harus memilih Kristus atau kebudayaan. Ia tidak dapat memilih keduanya, ia tidak
dapat mengabdi kepada dua tuan (1 Yoh 2:15, 16). Orang yang setia kepada Kristus harus menolak dunia. Sikap radikal ini disertai dengan empat masalah teologia.

a. Hubungan antara pengetahuan dan penyataan
Memuliakan penyataan/pewahyuan. Pengertian tentang Allah dan pemahaman tentang kewajiban manusia hanya dinyatakan oleh Alkitab dan gereja. Pengetahuan di luar Alkitab dan gereja dicela dan tidak diterima.

b. Pengertian tentang dosa
Dosa telah merajalela dalam kebudayaan karena itu manusia harus menjauhkan diri dari kebudayaan supaya dapat hidup kudus.

c. Hubungan antar kepatuhan kepada hukum dan karunia Allah.
Menenkankan kewajiban orang Kristen untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Kehidupan kekristenan adalah kehidupan yang mewujudkan kepatuhan penuh pada hukum Tuhan. Hal itu merupakan tanggapan terhadap kasih karunia yang telah dinyatakan Allah.

d. Kecenderungan membedakan dunia materi dan rohani
Materi dinilai senantiasa bersifat melawan Allah karena itu manusia harus mengutamakan hanya perkara rohani. Kecenderungan untuk lebih menekankan Roh Kristus dan pengertian rohani daripada Yesus yang sungguh hidup sebagai manusia sejati.

2. Sikap Akomodasi : Kristus milik kebudayaan

Melihat keselarasan antara Kristus dan kebudayaan. Kehidupan Yesus dan pengajaranNya dianggap sebagai prestasi manusia yang paling agung. Dalam Yesus cita-cita proses peradaban diwujudkan. KArenanya selain
mencintai Kristus, manusia juga mencintai kebudayaan. Penekanan utama mereka pengajaran dan keteladanan hidup Yesus. Ia lebih dilihat sebagai Pengajar Agung daripada sebagai Juruselamat dan Tuhan. Karena itu untuk menarik orang kepada Kristus, mereka menekankan persamaan antara Injil dan kebudayaan.

3. Sikap Perpaduan : Kristus di atas kebudayaan

Meyakini bahwa kebudayaan tidak sama sekali bersifat jahat dantidak sama sekalu bertentangan dengan Kristus. Menyetujui bahwa manusia dipanggil untuk mematuhi Allah dan menerima panggilan Allah untuk membangun masyarakatnya dan mengembangkan kebudayaannya. Karena itu manusia tidak harus memilih kebudayaan dan Kristus. Sekalipun Kristus berbeda dengan kebudayaan, Ia juga relevan dengan kebudayaan, terlebih Ia adalah Tuhan atas kebudayaan. Kebudayaan perlu dilihat dalam terang ilmu daniman, bersifat suci tetapi telah diwarnai dosa. Perpaduan antar unsur iman Kristen dan unsur kebudayaan adalah penting. Karena meyakini bahwa Injil melampaui kebudayaan, berarti tujuan hidup manusia tidak dapat dicapai hanya berdasarkan usaha manusia, dalam hal ini membutuhkan kasih karunia Allah.

4. Sikap Dualistis : Kristus dan kebudayaan adalah paradoks

Mengakui kewajiban untuk mentaati Kristus dan mengembangkan kebudayaan. Manusia telah berdosa kepada Allah, karena itu semua segi kebudayaan rusak dan buruk adanya. Karenanya manusia hanya dapat diampuni melalui karya Yesus. Dalam pandangan ini, manusia harus menempatkan dirinya sekaligus sebagai warga kerajaan dunia dan kerajaan Allah. Orang Kristen harus mentaati tuntutan Allah dan tuntutan masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia mentaati hukum masyarakat sebaliknya dalam hidup ibadah, manusia harus mentaati hukum Allah.

5. Sikap Pembaharuan : Kristus membaharui kebudayaan

Kristus adalah Penebus yang memperbaharui kehidupan manusia dan masyarakat. Dosa manusia telah berakar dalam semua segi kehidupan manusia, setiap bagian kebudayaan telah menyimpang dari kehendak Allah dan patut dihakimi oleh Allah. Namun pengampunan Kristus bersifat sempurna dalam kehidupan manusia yang beriman kepadaNya. Allah adalah pencipta dan penebus, maka manusia yang telah dibaharui mempunya tanggung jawab untuk mengembangkan kebaikan dan kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Allah senantiasa hadir dalam dunia ciptaanNya, Ia hadir dan bekerja bukan hanya pada masa yang akan
datang. Ia bekerja untuk memperbaharui kehidupan masyarakat melalui kehidupan orang Kristen yang sudah dijadikan manusia baru. Karena itulah gereja harus hidup di dalam dunia dan membaharui dunia. (Yoh 17:15-19; 20:21; Mat 6:10). ***Sumber : "Christ and Culture" oleh H Ricahrd Niebuhr***
ANGGILAN ORANG KRISTEN TERHADAP KEBUDAYAANFil 2:5
Firman Tuhan mempunyai otoritas mutlak dalam semua aspek kehidupan manusia yang meliputi kehidupan spiritual maupun kehidupan praktis sehari-hari

Mat 16:24
Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia haruslah menyangkal dirinya, memikul salibNya setiap hari dan mengikut Yesus

1. Orang Kristen Menyangkali Diri terhadap Kebudayaan yang Melawan
Firman Allah

* Menilai kembali kebudayaan dalam terang Firman Allah dan membaharuinya
* Melayani mereka dalam kebudayaan yang berbeda tanpa memaksa mereka
untuk mengikuti kebudayaan si pelayan Injil sekalipun untuk itu kita harus meninggalkan kenyamanan, kemapanan, dan kesejahteraan hati kita
( I Kor 8:20-23).
* Melihat secara hati-hati dan memisahkan pengajaran dalam doktrin Kristen antara kebenaran yang bersifat supra kultural dan pakaian kebudayaan dalam Injil maupun pelayan Injil.
* Berusaha menemukan keharmonisan di antara prinsip kebenaran berita Injil dan kebudayaan kontekstual, tanpa mengabaikan sedikitpun kebenaran mutlak yang diwahyukan Allah.

2. Orang Kristen Memikul Salibnya terhadap Kebudayaan yang Melawan Kristus

* Tetap setia terhadap kebenaran mutlak yang dinyatakan dalam Alkitab sekalipun harus dibayar dengan pertentangan dan kesulitan
* Bersedia melayani dengan menghadapi tantangan dari dua kelompok manusia yang mengandalkan kebudayaan dalam hidup di dunia ini:
- kelompok agama dalam menjalani hidup di dunia ini berusaha untuk mendapatkan keselamatan dan pengampunan Allah melalui kehidupan keagamaan, amal, intelektual, dan kesalehan mereka.
- kelompok duniawi yang cenderung memuaskan keinginan diri tanpa mempedulikan kebenaran Allah. Mewujudkan hidup yang mengejar kepuasan dan kenikmatan jasmaniah.
* Memberitakan Injil Kristus yang menyatakan kesia-siaan hidup keagamaan, amal, dan kesalehan manusia. Menyatakan hukuman Allah atas kehidupan manusia yang berdosa dan menolak pengampunan ALlah dalam
Yesus Kristus. Memperkenalkan identitas manusia baru dalam karya penebusan Yesus Kristus.

3, Orang Kristen Mengikut Tuhan Yesus di Tengah Arus Kebudayaan

* Meneladani kehidupan Kristus semasa kehadiranNya secara jasmaniah di dalam dunia. Menyatakan kehidupan baru yang memuliakan Allah sehingga dunia akan mengenal kita sebagai pengikut Kristus
* Membaharui kehidupan masyarakat dan kebudayaan melalui profesi kita dan karunia yang Allah percayakan kepada kita, dengan berprinsip pada Fil 2:5.
* Membaharui kebudayaan yang memisahkan dan menjauhkan manusia dari sesamanya.
* Membaharui kebudayaan yang memperlakukan manusia secara tidak manusiawi.
* Membaharui kebudayaan yang bersifat materialistis dan merendahkan martabat manusia.
* Membaharui kebudayaan yang berpusat pada kenikmatan hawa nafsu diri dan bersifat egosentris.
 
 
 http://uhumlaoshi.blogspot.com/2013/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://suwele-piliyam.blogspot.com/2010/09/kekristenan-dan-kebudayaan-dalam.html

 



0 komentar:


Silakan Bekomentar.!!!


Semakin banyak berkomentar, semakin banyak backlink, semakin cinta Search Engine terhadap blog anda
:a:
:b:
:c:
:1: :2: :3: :4: :5: :6:
:7: :8: :9: :10: :11: :12:

Posting Komentar